Sebagai upaya tindak lanjut atas eksplorasi pendahuluan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Desa Paduran Sebangau, kecamatan Sebangau Kuala kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah, Balai TN Sebangau melakukan ekspedisi lanjutan di Bukit Pematang Ruhau, Sungai Paduran Alam yang termasuk dalam Wilayah Kerja Resort Bangah dan Resort Sebangau Kuala SPTN Wilayah II Pulang Pisau.
Balai TN Sebangau dalam periode tahun 2018, 2019 dan 2020 telah berupaya melakukan ekplorasi bersama masyarakat hanya terkendala sumberdaya yang terbatas terlebih lokasi bukit pematang ruhau yang cukup sulit untuk di lihat melalui foto udara.
Bukit Pematang Ruhau dalam pengelolaan kawasan berada di zona religi sebagai penghormatan atas kepercayaan dan budaya masyarakat yang memperlakukan area bukit ini sebagai kawasan sakral/ keramat dan mengunjunginya pun harus bersama pengelola sungai atau masyarakat yang sudah bertahun-tahun bekerja di wilayah ini.
Sebagaimana peta di atas, aksesibilitas untuk menuju bukit Pematang Ruhau hanya dapat ditempuh melalui sungai yakni sungai sebangau. Dalam kondisi normal biasanya via jalur darat dan menginap di Resort Sebangau Kuala, Desa Sebangau Permai kemudian dilanjutkan menuju sungai Paduran Alam dengan waktu tempuh kurang lebih 4 s.d 5 jam menggunakan perahu masyarakat.
Panjang sungai paduran alam mencapai 38 kilometer dari muara sungai Sebangau pada kilometer 22 terdapat sarana pondok berukuran 25 meter² sebagai tempat menginap selama kegiatan dilokasi ini karena jaraknya yang jauh tidak mungkin dapat dilakukan dengan pulang pergi dalam satu hari. Pondok ini semi permanen dibuat pada tahun 2016 oleh mitra kerja yang kemudian dilakukan pengembangan oleh Balai TN Sebangau pada tahun 2022 dengan menambah jembatan dan sarana MCK.
Bukit Pematang Ruhau merupakan salah satu dari 5 bukit yang berada di kawasan TN Sebangau letaknya yang berada jauh diujung sungai dan aktivitas masyarakat setelah status sebangau menjadi kawasan konservasi sangat jarang di akses, membuat perjalanan menuju lokasi ini harus benar-benar dengan persiapan yang matang jika tidak maka kita akan kembali tanpa pernah sampai ke tujuan (bukit).
Akses menuju bukit pematang ruhau melewati sungai paduran alam kemudian masuk melalui kanal yang dibuat oleh eks HPH dengan menggunakan perahu kecil. Saat kegiatan ekspedisi ini kami lakukan dengan berjalan kaki dengan jarak ± 4,75 kilometer dan hal ini memakan waktu kurang lebih 4 jam dengan beberapa kali istirahat.
Hutan rawa gambut sebangau secara kondisi dan tipe hutan selalu tergenang dan tantangan ini tidak menyurutkan kita untuk terus berjalan menjawab rasa penasaran terhadap bukit pematang ruhau yang hampir 20 tahun hanya kita dengar ceritanya dari masyarakat, belum pernah di kunjungi secara khusus.
Setibanya dibukit Pematang Ruhau kami disambut suara keras jangkrik hutan, tidak menanjak ekstrim sebagaimana Bukit Bulan atau Bukit Kaki di Kabupaten Katingan, sisi bukit pematang ruhau menanjak perlahan, perbedaan vegetasi mulai terlihat terlihat sangat jelas dengan varian jenis yang berbeda dengan area yang terendam.
Mendekati bukit kami menjumpai hamparan tumbuhan yang didominasi bambu kecil disekitarnya tumbuh pohon menjulang khas dipterocarpacea seperti jenis meranti dan keruing, perlahan lelah dan penat perjalanan mulai terlupakan dan langkah kaki kami sudah mantap karena tidak lagi berendam atau kejeblos di rawa-rawa.
Nama Bukit Pematang Ruhau diambil dari bahasa lokal yang bermakna hamparan dataran tinggi yang luas oleh masyarakat area ini masih dianggap keramat atau penuh dengan misteri. Bukit pematang ruhau secara ilmiah adalah sisa patahan bumi yang berdampak pada perubahan tinggi permukaan bumi. Berdasarkan versi cerita teman-teman masyarakat bukit ini ada secara ghaib bentuknya yang unik diduga “disusun” sedemikian rupa oleh para orang “sakti” zaman dahulu sebagai benteng atau tempat suci/ bertapa mana yang benar kami tidak bisa mengulas lebih lanjut, secara ilmiah harus disertai ahli geologi yang kompeten dibidangnya bukan secara dugaan.
Bukit pematang ruhau memang unik, dengan tinggi ± 36 meter DPL membuat bentangnya sulit terlacak melalui foto udara, selain itu pada atas bukit ditumbuhi jenis pohon kariwaya atau beringin (ficus, sp) dengan akar rambatnya mampu mengunci batu-batu bukit dalam posisi fenomenal. Tumbuhan pakis dan lumut hijau menutup hampir seluruh permukaan batu bagian atas sehingga struktur bukit masih menjadi misteri tak terjawab.
Berdasarkan digitasi polygon foto citra satelit luas area ini diperkirakan mencapai 150 hektar, bentangnya melingkar mandiri di atas rawa gambut dengan vegetasi penyusun yang khas dan unik eksplorasi terhadap diversity vegetasi, jenis satwa liar penghuni bukit ini juga perlu dilakukan agar nilai penting dan nilai konservasi tinggi dapat diketahui sebagai upaya Pengelolaan yang memberikan manfaat di masa-masa yang akan datang.
Naskah
Hidayat Turrahman, S.Hut, Gandhi Rinenggo PW, S.Hut, dan Tatang Suwardi, S.Hut
Tim Kegiatan
Ismin Ikhwanur, ST, Rully Sbahara, Andrijono, Febrinata E.Ranan, Eko Sulistiono, Immanuel Rizky, S.Par. Kelompok Masyarakat Paduran Sebangau
Dokumentasi :
Muhammad Rochim, Djuana Pandji dan Genesis Epaenetus Akari